Sabtu, 27 April 2013

Berpisah atau Melanjutkan Hubungan Paska Pengkhianatan

Pondasi dari sebuah hubungan yaitu kepercayaan. Ketika salah satu pihak menyalahgunakan kepercayaan yang sudah diberikan, tentunya akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi pasangannya.

Di dalam suatu hubungan, wajar apabila terjadi kejenuhan. Terlebih lagi pada hubungan yang sudah terjalin cukup lama. Melibatkan orang ketiga sebagai variasi dari suatu hubungan yang sudah mencapai titik jenuh seringkali terjadi. Apabila sudah demikian, hanya ada dua pilihan, yaitu berpisah atau tetap melanjutkan hubungan.

Sebagian orang memilih untuk mengakhiri saja hubungan dengan pasangan yang sudah jelas-jelas berkhianat. Mereka beranggapan bahwa sekali berkhianat, tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak yang berkhianat mengulang kembali kesalahannya. Once a cheater, always a cheater.

Sebagian yang lain memilih untuk melanjutkan kembali hubungan dengan pihak yang berkhianat. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti masih cinta, keluarga, rencana-rencana yang sudah dibuat, dan sebagainya. 

Tidak mudah menjalin hubungan kembali dengan orang yang telah berkhianat. Pengkhianatan menorehkan luka yang mendalam, terlebih bagi pihak yang dikhianati. Dampak yang terjadi akibat pengkhianatan bisa cukup dahsyat, di antaranya kepercayaan luntur, perasaan insecure, dan kehilangan rasa percaya diri. 

Keputusan untuk mempercayai orang lain membutuhkan proses yang tidak singkat, apalagi menumbuhkan kepercayaan kepada orang yang jelas-jelas sudah menyia-nyiakan kepercayaan yang sudah kita berikan sebelumnya. Pengkhianatan akan memunculkan perasaan tidak aman, selalu curiga, dan kekhawatiran akan selalu dibohongi. Rasa percaya diri yang menurun juga bisa dialami oleh pihak yang dikhianati. Hal ini terjadi karena, secara sadar atau tidak, pihak yang dikhianati akan mencari tahu tentang orang ketiga yang terlibat dalam hubungannya, kemudian menerka-nerka kelebihan pihak ketiga tersebut, dan pada akhirnya memperbandingkannya.

Oleh karenanya, menyembuhkan hati yang terluka akibat pengkhianatan tidak lah mudah. Apalagi memutuskan untuk bersedia menjalin kembali hubungan dengan pihak yang berkhianat. Butuh kerja sama di antara kedua belah pihak.

Langkah awal yang perlu dilakuan adalah memaafkan. Memaafkan adalah suatu proses, sehingga memerlukan suatu usaha untuk mencapainya. Proses memaafkan dimulai dari keseriusan pihak yang berkhianat untuk membuktikan bahwa dia menyesal atas pengkhianatan yang terjadi, dan tidak akan mengulangi kejadian yang sama di masa yang akan datang. Tanpa ini semua, proses memaafkan tidak akan berjalan. Pihak yang berkhianat juga dituntut untuk mengerti, bahwa pengembalian kepercayaan dari pihak yang sudah dikhianati tidak lah mudah. Wajar saja apabila dalam proses penyembuhan ini terjadi letupan amarah karena masih adanya ingatan tidak mengenakkan tentang pengkhianatan. Namun demikian, tidak dibenarkan pihak yang dikhianati menjadikan hal ini sebagai senjata untuk menyerang pihak yang berkhianat.

Pihak yang dikhianati juga perlu berusaha sama kerasnya. Pada intinya, pihak yang dikhianati harus benar-benar berniat untuk memaafkan (bukan membenarkan) kesalahan pasangannya. Seberat apapun, ketika kita sudah bersungguh-sungguh ingin melakukan sesuatu, pasti akan menghasilkan hal yang baik. Memaafkan merupakan proses internal. Jadi pihak yang dikhianati harus mencoba berdamai dengan diri sendiri. Mencoba berhenti untuk memperbandingkan kelebihannya dengan pihak ketiga akan memunculkan kembali kepercayaan diri. Terima bahwa setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yakinkan diri sendiri bahwa kelebihan yang ada pada diri anda sangat luar biasa, dan teruslah memantaskan diri untuk menjadi lebih baik.

Karena memaafkan adalah suatu proses, maka dibutuhkan waktu untuk mencapainya. Waktu yang dibutuhkan untuk memaafkan sangat relatif. Sebagian orang cukup waktu beberapa bulan saja, tapi sebagian yang lain butuh waktu bertahun-tahun. Semua ini tergantung pada kedua belah pihak, pihak yang berkhianat dan pihak yang dikhianati. Apapun yang terjadi di dunia ini adalah proses aksi reaksi. Aksi yang positif akan menghasilkan reaksi yang positif pula. Kontinuitas keseriusan pihak yang berkhianat untuk terus menunjukkan kesetiaannya pada pasangan tentu akan menghasilkan respon yang baik. Demikian juga keteguhan niat dan kemantapan hati pihak yang dikhianati untuk menumbuhkan kepercayaan dan kesetiaan juga akan berbuah baik.

Pengambilan keputusan untuk berpisah atau melanjutkan hubungan paska pengkhianatan akan lebih sulit lagi ketika hubungan sudah terikat tali pernikahan. Akan lebih banyak lagi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan. Tapi yang pasti, setiap keputusan akan disertai dengan resikonya masing-masing. 

Kekhawatiran terhadap pengkhianatan paska pernikahan hendaknya tidak menghalangi kita untuk melaksanakan niatan suci untuk menikah. Tidak perlu terlalu cemas pasangan kita nantinya akan berkhianat. Cukup lah pantaskan diri menjadi sosok yang baik, niscaya kita akan didekatkan dengan jodoh yang baik pula. Libatkan Tuhan dalam setiap keputusan yang kita ambil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar